Siap Patah Hati

Kira-kira sudah satu bulan adik ipar menikah. Dia adalah anak perempuan kedua dari tiga bersaudara yang juga perempuan. Satu bulan ini pula bapak ibu ditinggal oleh anak perempuan kedua mereka yang sejak kecil belum pernah pergi jauh dari mereka.

Menurut cerita, bapak punya kebiasaan tidur berpindah-pindah dari kamar satu ke kamar lainnya. Terutama mungkin pada saat tidur siang hari kali ya. Namun semenjak anak keduanya ditimang seorang pria yang tinggalnya jauh dari beliau, bapak belum pernah tidur di kamar yang ditinggalkan anaknya itu. Katanya sih masih belum tega gitu, masih suka teringat ketika sang anak di rumah.

Sepertinya ada suasana sedih di hati beliau. Bukan meratapi anaknya yang menikah, tapi mungkin lebih kepada perasaan seorang bapak yang kehilangan keberadaan anak didekatnya. Bapak ibu jelas bahagia atas pernikahannya, tergambar dari restu yang mereka berikan. Hari itu bapak menggenggam tangan lelaki yang hendak menikahi anaknya, seraya melafaskan akad, menyerahkan anaknya perempuannya pada lelaki tersebut.

Apa yang terjadi dalam hati beliau adalah hal wajar. Sebuah perasaan kehilangan sosok anak yang selama ini terbiasa di dekat beliau. Jika seorang bapak adalah tempat jatuh cinta pertama dari anak perempuan mereka. Maka sebaliknya, anak perempuan adalah salah satu yang akan memberikan patah hati kepada bapaknya.

***

Belum lama ini kita disentuh dengan kabar hilangnya seorang anak. Kita diperlihatkan bagaimana keadaan yang sangat terpukul akan takdir tersebut. Semakin tersentuh setelah mengetahui banyaknya yang turut bersedih atas kehilangan ini. Dari berbagai penjuru individu turut berduka dan mengirimkan doa.

***

Kita semua sadar; kehilangan adalah sebuah kepastian. Yang jika ada alat ukurnya, kita tidak akan pernah bisa mengukur seberapa siap dan kuat menghadapi hal tersebut.

Dan ternyata kita memang perlu bersiap diri untuk patah hati. Ketika harus kehilangan dan mengikhlaskannya sebuah kepergian. Menguatkan diri bukan hanya ketika kehilangan yang menyedihkan, tapi juga untuk kepergian yang membahagiakan.

Tapi entah itu bahagia ataupun duka, patah hati tetaplah patah hati. Sesuatu yang tidak mudah atau bisa diterima dalam sekejap. Sebuah proses yang penuh dengan sabar dan balutan doa di dalamnya.

Semoga saja ketika saat-saat seperti itu tiba, aku kita tetap kuat menerima kehilangan dan melepaskan keadaan dengan penuh kerelaan.

Sekian,…

note:

Selain karena memang terjadi sungguhan, ide menulis ini muncul ketika rebahan di kamar anak-anak.


Also published on Medium.

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *