Pernah Swab

Pernah terbayang nggak sih? Punya judul blog seperti ini?; “Pengalaman swab”, “Begini rasanya test swab”, “Akhirnya Ikut Test Swab”. Kalau bisa jangan deh ya,… sehat selalu.

Berdasarkan padanan kata yang dirilis oleh uda @ivanlanin, selanjutnya aku akan menyebut Swab Test menjadi Uji usap.

Aku diharuskan mengikuti tes ini karena salah satu teman yang berada dalam satu ruang kerja denganku dinyatakan positif terpapar COVID-19.

Sesuai standar penelusuran, maka semua rekan yang memiliki kontak erat dan satu ruangan dengannya harus mengikuti uji usap ini. Uji usap dilakukan pasca lima hari kontak terkahir dengan suspect.

Oh ya, sebelum uji usap dilakukan, saya sudah mengisolasi diri dari keluarga. Semenjak mendapat kabar bahwa teman satu ruangan saya itu positif, aku memutuskan untuk tidak pulang ke rumah dan memilih mengungsi di rumah lain, sendirian.

Alhamdulillah di sekitar tempat tinggal, ada rumah kosong dan available untuk dipinjam sebagai tempat isolasi.

Sabtu adalah hari dimana aku dan rombongan satu ruangan untuk melakukan uji usap. Bukan perkara mudah bagiku untuk menghadapi ini. Jauh sebelum uji usap (swab) atau uji cepat (rapid) menjadi trend, aku adalah seorang yang mudah panik dan resah ketika menghadapi hal baru.

Uji usap ini membuat jiwa psikosomatis meronta. Semasa isolasi pikiranku lari kemana-mana. Ada rasa khawatir yang melilit dalam benak. Khawatir jika terpapar dan malah membuat masalah untuk anggota keluarga lainnya.

Aku memang sudah lama tidak mengkonsumsi berita soal covid, baik perkembangan kasus ataupun hal-hal lain yang menyangkut COVID-19. Ini adalah caraku menjaga pikiran tetap dalam keadaan baik. Dan ini cukup berpengaruh disaat aku harus menjalani isolasi. Aku menjadi lebih tenang walau diselimuti resah.

Hari dimana uji usap dilaksanakan, aku sekuat tenaga memberanikan diri untuk maju melakukanya. Dalam benakku; ini demi kebaikan aku dan keluarga. Aku harus menjalani uji usap demi menentukan bagaimana akan bersikap selanjutnya.

Pengalaman uji usap ku tidak baik-baik saja, namun tidak juga tidak buruk sekali. Uji usap dilakukan sangat cepat, kira-kira hanya 5 menit. Namun menunggu antriannya itulah yang lama sekali. Aku hadir untuk antree dimulai pukul 9 dan baru dieksekusi pukul 1. Lama kan?

Saat harus menjalani tes ini, pikiran yang kadang muncul adalah bagaimana rasanya menjalaninya. Ada yang berpendapat uji usap ini sakit, tidak enak dll.

Berdasarkan pengalaman pribadi, uji usap ini tidaklah buruk seperti yang dideskripsikan. Memang jika ada benda asing masuk ke tubuh pastilah tidak nyaman. Dalam uji usap ini, ada dua proses yang akan dilakukan, sample diambil dari lobang hidung dan dari rongga tenggorokan.

Prosesnya ? Akan ada sebuah alat seperti cutton bud yang akan dimasukan ke rongga hidung, dimasukan tidak seberapa dalam, didiamkan sejenak sebelum diputar-putar kemudian dan didorong masuk lagi. Kebayang? Yaaak betul, rasanya mau bersin dan air mata auto keluar.

Sama seperti proses pada hidung, akan ada alat yang dimasukkan ke dalam rongga mulut untuk pengambilan sample. Sebagian orang akan merasa ingin muntah saat menjalani proses ini.

Hmm gimana rasanya coba? biasa masuk-masukin eh sekarang dimasukin. #eh… hadeh…hadeh…

Prosesnya tidaklah lama dan berat, namun untuk menuju hari H dan menanti hasilnya itu yang menimbulkan kecemasan hebat.

Terutama bagiku, kalau bisa tidak perlu lagi ada reka ulang uji usap ini. Semoga kita semua selalu dalam keadaan baik-baik saja. Alhamdulillah, hasil uji usapku Negatif.

Yah, inilah pengalamanku melewati uji usap. Dan seberapa kerennya ini untuk dituliskan di blog, aku harap kamu tidak perlu melalui uji usap ini.

Oh ya; Mulai sekarang mari kita biasakan untuk berfikir baik, bukan berfikir positif. Karena ternyata, kata “positif” sekarang ini justru dapat mengakibatkan hal yang negatif.

Pandemi memang membuat kita harus begini.

Tetaplah baik, kamu!


Also published on Medium.

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *