Judul di atas adalah waktu di mana aku mulai menuliskan ini. Lima menit lagi adalah waktu pulang. Kalau dulu jaman sekolah itu adalah waktu bel akan berbunyi.

Oh ya sekolahku SD dan SMP dulu pakainya lonceng, bukan bel. Loncengnya pun berasal dari velg ban mobil bekas, dipukul pakai besi entah besi apa itu. Sementara saat SMA sudah berganti menjadi bel, biasanya bunyinya gini “teeeet teeet teeet teeet”.

Baru nulis beberapa kata gini sudah memasuki menit ke 28 ( tiga menit berlalu ). Dua menit lagi waktu pulang, kembali ke rumah membawa lelah dan menemui penawar lelah.

Yuk mari pulang, kerja memang lelah tapi kalau ngga kerja malah bisa tambah melelahkan.

Hati-hati dalam perjalanan, sehat-sehat lah dan bahagia.

(tulisan yang embuh pada periode lima menit menanti saatnya pulang)

Jauh sebelum tinggal di Yogyakarta, aku tumbuh besar di kota Banjarmasin. Namun, jauh sebelum itu, masa kecilku sempat mampir di kota Semarang. Semarang adalah kota kedua setelah aku dilahirkan, yakni Yogyakarta.

Tinggal di Semarang adalah secuil masa kecilku, aku mulai mengenal bangku sekolah dari kota tersebut. Dan dari sana lah keluarga kami tumbuh. Ada beberapa memori yang hingga kini masih melekat dikepala. Beberapa hal itu akan aku ceritakan padamu.

Di Semarang kami tinggal di rumah kontrakan. Terhitung dua kali kami berpindah rumah, sebelum akhirnya kami hijrah menyebrang pulau ke Banjarmasin.

Continue reading

Sebelum tidur, saya mengantarkan anak-anak tidur sambil bercerita. Saya memperlihatkan salah satu karya mas Pinot kepada Aila. Keluarga Pinot adalah salah satu sumber inspirasi yang saya kagumi akan karya-karyanya.

Dengan dalih ingin belajar dari Pinot, saya juga berusaha mengenalkan sebuah kata “proses” kepada anak-anak. Tidak ada yang secara cepat berhasil membuat sebuah karya tanpa sebuah proses di belakangnya. Walaupun saya tetap tidak akan memaksakan kehendak kepada mereka (anak-anak). Mereka bebas menjadi apa saja, yang penting tetap jadi orang baik.

Continue reading

Ada rasa yang menyeruak dari dalam dada. Tentang rasa bangga, tentang rasa haru dan tentang rasa syukur.

Melihat apa yang selama ini diusahakan, perlahan-lahan menjadi sesuatu yang diinginkan.

Pelan, perlahan, tidak berlebihan, namun cukup.

Ada rasa itu dari dalam dada.

Ini adalah komputer pertamaku.

Waktu itu (2004) adalah saat pertama kali aku memiliki benda yang bernama komputer. Aku adalah seorang yang baru saja lulus pendidikan menengah atas dan berencana melanjutkan belajar di bangku kuliah dengan jurusan Teknik Informatika.

Pada saat itu aku bukanlah orang yang sudah lama mengenal komputer. Aku hanya tahu benda tersebut dari praktikum di sekolah, itupun hanya 1 jam perminggunya, bahkan hanya dua bulan sebelum kelulusan.

Continue reading

Setelah tulisan soal papan iklan di jalan kemarin, tulisan ini sama halnya saat aku Menyapa Oktober. Isinya serpihan cerita selama beberapa bulan terakhir. Isinya mungkin tidak terlalu berarti, tapi tak ada salahnya untuk dituliskan di sini. Selamat menikmati…


Mengurangi

Pertama soal self reminder dulu ya, sebenarnya ini untuk aku sih. Tapi siapa tahu bisa jadi bekalmu juga untuk mengarungi perjalanan (ceileeeh).

Continue reading

“Towel! Towel! Towel!” Teriak Aila setiap kali melihat tower pemancar BTS. Semasa kecil, Aila paling senang kalau lihat tower. Matanya selalu awas untuk melihat tower. Baik sedang jalan kaki, naik motor atau naik mobil dia paling tertarik kalau lihat tower.

Entah apa yang ada di benaknya, yang jelas; tower adalah cerita bagi kami dan Aila.

Berbeda dengan Aila, kali ini cerita anak kedua kami, Aya.

Continue reading

Tidak terasa tahun 2020 sudah memasuki masa senja. Dengan segala cerita di dalamnya, kita sampai jua di penghujung cerita.

Tidak sedikit yang menyenangi waktu senja seperti ini, apakah aku termasuk? Hmm aku tidak terlalu fanatik soal ini. Tapi jika ada yang bertanya apakah suka senja? Aku akan jawab “suka”, bahkan dulu pernah rajin hunting foto senja, dulu.

Aku juga suka pagi. Tapi sekali lagi, aku bukan orang fanatik soal ini. Senja atau pagi, keduanya punya kemewahan yang tidak layak dibandingkan satu sama lain.

Menikmati senja adalah kemewahan, terlepas dari gaya kekinian yang suka menyandingkannya dengan kopi atau teh. Tapi tidak harus begitu juga kan?

Seperti selayaknya menikmati senja, mari kita nikmati saja tenggelamnya matahari di Tahun ini. Tidak perlu risau akan pencapaian yang belum terlampaui ataupun sibuk memikirkan rencana untuk esok setelah senja.

Continue reading

Akhir-akhir ini COVID-19 semakin meresahkan. Selain memang ada lonjakan yang semakin tinggi, virus ini mulai bermunculan di sekitar ku. Setidaknya di circle keseharian-ku. Ya! itu juga yang menjadi alasan kenapa aku harus mengikuti prosedur uji usap beberapa waktu lalu.

Sepertinya kita tidak punya pilihan untuk mengharap banyak perubahan dalam waktu dekat. Satu-satunya yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha untuk tetap dalam kondisi aman dan baik.

Continue reading

Pernah terbayang nggak sih? Punya judul blog seperti ini?; “Pengalaman swab”, “Begini rasanya test swab”, “Akhirnya Ikut Test Swab”. Kalau bisa jangan deh ya,… sehat selalu.

Berdasarkan padanan kata yang dirilis oleh uda @ivanlanin, selanjutnya aku akan menyebut Swab Test menjadi Uji usap.

Aku diharuskan mengikuti tes ini karena salah satu teman yang berada dalam satu ruang kerja denganku dinyatakan positif terpapar COVID-19.

Sesuai standar penelusuran, maka semua rekan yang memiliki kontak erat dan satu ruangan dengannya harus mengikuti uji usap ini. Uji usap dilakukan pasca lima hari kontak terkahir dengan suspect.

Continue reading

Bryan adalah seorang laki-laki yang baru saja menyelesaikan pendidikan akademi militer. Seperti halnya seorang yang baru saja lulus sekolah dan masuk kerja, Bryan terlihat culun dan belum tampak gagah sebagai seorang anggota pasukan perang. Badannya masih kalah besar jika dibandingkan tas yang dicangklongnya, begitu juga celana panjangnya yang terlihat masih kedodoran. Kalau kamu ingat, dia lebih terlihat seperti kapten Amerika saat pertama kali masuk pelatihan pasukan, culun dan kurus.

Berbeda dengan Bryan, tokoh kedua ini adalah seorang laki-laki berwajah garang, terlihat sangar dengan janggut dan jambangnya yang lebat. Badannya lebih proposional. Dia adalah Omar Khan, bukan keturunan India, hanya kebetulan saja namanya Khan.

Continue reading

Gimana rasanya ganti nomor ponsel ? ribet ?

Sekarang ini kalau ganti nomor ponsel menjadi sebuah urusan yang ribet, kalau bisa jangan deh ya. Keribetan itu terjadi biasanya karena nomor sudah berusia lama, nomor sudah tersebar dimana-mana, atau nomor sudah terafiliasi dengan banyak akun; seperti akun perbankan, dompet digital ataupun personal akun lainnya.

Hal ini terjadi padaku, sudah jelas ini terjadi karena keteledoran diri sendiri. Lupa isi pulsa, lewat masa aktif dan masa tenggang alias hangus!

Continue reading

Banyak hal telah berubah semenjak pandemi. Tidak hanya soal kebiasaan, tapi juga cara berinteraksi manusia-pun berubah. Salah satu yang ingin saya bahas di tulisan ini adalah mengenai hal apa saja yang berubah setelah ter(di)biasakan menggunakan masker. Bagi yang punya hak istimewa bekerja dari rumah mungkin tidak akan merasakan hal-hal ini. Tapi bagi yang harus work from office ada hal yang berubah setelah kebiasaan baru ini.

Yuk kita mulai, jadi apa saja yang berubah semenjak menggunakan masker?

Continue reading

Halo Oktober, Apa kabar!? “Cih… sudah hampir setengah berjalan bulan ini kok baru menyapa sih ~” mungkin itu kira-kira jawab si Oktober padaku.

Maklumlah ya belum ada ide untuk dituangkan menjadi tulisan di sini. Sebenarnya ada beberapa hal yang menarik untuk ditulis dan punya beberapa draft yang ngga kelar-kelar, tapi gue sedang malas untuk memikirkan rangkaian diksi atau literasi sebuah tema tulisan.

Jadi, sepertinya tulisan ini bakal campur-aduk, gue mau nulis apa saja, mengalir saja yang ada di kepala.

Continue reading

Jam menunjukkan hampir pukul 12 siang, sayup-sayup sudah terdengar suara adzan Zuhur dari gawai milik salah satu kerabat kerja.

Bagiku yang tetap harus masuk kantor walaupun dalam masa pandemi, ini adalah waktu yang tepat untuk ishoma, istirahat-sholat-makan. Maklum, tempat kerjaku berada di Rumah Sakit, yang konon katanya adalah tempat garda terdepan.

Ah, entah terdepan atau terakhir, yang jelas aku tidak pernah berhenti berharap kita selalu sehat dan tidak perlu ada istilah garda-gardaan yang hanya dijadikan gimmick semata.

Continue reading