Setelah hampir dua tahun lebih bertahan untuk tidak, bertahan untuk menjalankan prokes cukup ketat, bertahan untuk menjadi survival. Pada akhirnya aku juga terkena Covid-19. Terinfeksi disaat orang-orang sudah mulai lupa, disaat orang mulai membuka masker di tempat umum. Disaat orang-orang mulai banyak aktivitas di luar. Disaat semua semakin absurb soal virus ini.
Iya, ini adalah cerita pengalamanku yang terinfeksi Covid-19. Mungkin tidak sama dengan apa yang kamu rasakan, mungkin tidak separah yang kamu alami, mungkin juga lebih parah dari yang kamu rasakan. Yang jelas, tidak ada individu yang ingin mengalami kemurungan.
Agak lucu memang saat mengetahui lho kok aku kena covid ya. Siapa yang mengira kalau akhirnya kena covid saat virus ini sudah ngga lagi ngehits. Kalau kata temanku itu “Wis ora usum kok kowe malah keno” ( Udah ngga jamannya covid kok kamu malah terkena covid) haha begitu kira-kira canda kami.
Salah satu hal yang dirasa penting dalam mencegah penyebaran virus ini adalah tracing. Sayangnya kalau ditanya dari mana asal usul riwayat terinfeksi-nya, aku ngga bisa jawab soal ini. Aku sadar diri beberapa hari sebelum mengalami gajala, aku sudah banyak berinteraksi dengan orang-orang tanpa batasan, tanpa masker, tanpa jaga jarak, bahkan melakukan sentuhan seperti berjabat tangan.
Tanda-tanda virus ini mulai menyerang kami adalah diawali saat suhu badan kesayanganku yang paling kecil meningkat, demam lebih condong panas. Saat itu sebenarnya agak curiga, pasalnya dia tidak melakukan aktivitas yang cukup berat beberapa hari ini. Tidak mengkonsumsi makanan yang kemungkinan menimbulkan gejala. Tapi waktu itu berfikir yang baik saja. Selang satu hari kesayanganku satunya ikut merasa gejala yang tidak enak pada lehernya. Aku pikir ini influenza, walau sebenarnya juga semakin curiga kalau ini adalah SARS-CoV-2.
Benar saja, sehari setelah itu aku mulai merasa ada yang tidak beres dengan tubuhku. Namun kurasa ini hanya faktor kelelahan. Tapi yang membuat semakin curiga adalah disaat bersamaan Ibu juga merasa kondisi tubuhnya kurang baik. jreeeng jreeeng kecurigaan semakin mengarah ke sana. Waktu itu aku hanya berharap semoga kalaupun terinfeksi, kami semua tidak mengalami gejala yang berat.
Gejala awal yang aku rasakan adalah sangat pusing, badan demam. Aku nyaris tidak bisa berakitvitas banyak, hanya ingin rebahan dan membenamkan diri dalam tumpukan bantal dan selimut.
Kerena kondisi badan tidak kunjung membaik dan semua anggota keluarga mulai mengalami gejala yang sama, maka aku rasa perlu memperjelas kondisi ini dengan uji swab antigen. Ini aku lakukan sehari sebelum seharusnya berangkat bekerja. Pergilah kami ke sebuah klinik, aku memutuskan antigen bersama dia. Sepulangnya dari klinik, baru sampai rumah, aku sudah mendapat hasil swab yang dikirim melaui whatsApp, dan benar saja, hasilnya positif semua. Aku agak tertawa kecil dan merasa “ahh akhirnya yang selama ini aku khawatirkan terjadi juga padaku”.
Ini roadmap yang aku alami selama terinfeksi Covid-19 :
Day 1
Jumat 15 Juli 2022. Ngga banyak yang bisa diceritakan, hari itu kepala terasa sangat pusing, badan demam. Aktivitas jelas terganggu, isinya cuma pusing dan maunya tiduran tapi tetap pusing banget.
Day 2.
Masih sama! Pusing kepala berbie! Demam masih nongol, namun Paracetamol tetap gas pol…
Day 3.
Demam dan pusing berangsur menghilang, berganti dengan hidung lebih mampet dan batuk yang semakin membuat nyeri tenggorokan. Memutuskan swab antigen untuk memastikan kondisi karena besok harus masuk kerja. Dan ternyata hasilnya jengjeng….positif covid.
Day 4.
Batuk masih terus terusan. Tenggorokan semakin nyeri. Walaupun demam dan pusing mulai menghilang. Namun bukan berarti badan sudah siap pulih. Masih sering keringat dingin. Kadang merasa sumuk, tapi kadang merasa dingin. Masih cukup limbung untuk dibilang sehat.
Day 5.
Oh ya semenjak hari ketiga sudah terasa penurunan daya penciuman. Contoh untuk menghirup aroma minyak kayu putih harus benar-benar dekat baru tercium. Nah pada hari kelima ini justru semakin kentara. Anosmia semakin terasa. Aroma minyak kayu putih yang tadinya tercium, hari ini babar blas ngga keciuman. Saya jadi bingung, apa ada obatnya yang masih kurang tepat ya. Kok anosmia justru bertambah. Hmm lets see. Selain itu, nyeri tenggorokan masih terasa, bahkan semakin berat. Seperti ada luka di tenggorokan akibat frekuensi batuk yang sering semenjak hari ketiga.
Days 6, 7 & 8
Proses pemulihan terus berlangsung. Terkena covid ini membuat stamina cepat turun alias mudah letih. Beberapa aktivitas dilakukan untuk mencegah kebosanan. Namun nyatanya tidak semua aktivitas itu dapat dijalani dengan lancar. Ada faktor-faktor lelah yang terlibat di dalamnya. Badan terasa mudah lelah lelah tersebut, terlebih jika beraktivitas cukup intens. Memang paling benar adalah istirahat dulu. Mengistirahatkan pikiran dan fisik.
Berbicara fase penyembuhan, selain memperbaiki kondisi fisik, ada kondisi psikis yang perlu dirawat pula. Menjalani isoman 10 hari lebih membuat kondisi mental agak terganggu. Terlalu lama tidak beraktivitas dengan dunia luar membuat aku agak gugup untuk kembali ke sana. Terebih dengan kondisi mentalku yang mudah goyah. Saat isoman tetap berusaha fokus untuk mengembalikan kondisi fisik sembari memupuk kondisi kejiwaan untuk lebih siap menghadapi kenyataan. Owh ya bicara kenyataan, pasca kembali dari isoman, aku langsung mendapati kenyataan yang cukup komedi di tempat kerjaku. Kenyataan yang sulit aku terima, ahh itu aku ceritakan di postingan yang lain saja ya. hehe
Well, aku alhamdulillah sudah lulus dari pendidikan covid. Kalau kata teman-teman itu aku sudah berpredikat S.Cov alias sarjana Covid-19. Ditengah meningkatnya angka kasus penyakit ini, ternyata aku adalah salah satu penyumbang digit di sana hehe.
Akhir paragraf, terkena covid bukanlah perkara mudah, namun bukan pula perkara yang rumit, jangan pula menyepelekan, karena jelas setiap individu itu berbeda. Cukup istirahat, ikuti prosedur pengobatan, lalu pasrahkan semua kepada pemilik alam.
Sekian ceritaku tentang diri kami yang telah melewati Covid-19, sehat-sehat selalu ya.
Leave a Reply