Sebuah unggahan di salah satu sosial media cukup menggelitik dan mengundang rasa ingin berkomentar. Tulisannya begini ;
“Yang ngomong ‘Merdeka kok masih jadi buruh, merdeka kok diperbudak’, Sini ku tapuk lambenya.
Kira-kira yang nulis itu profesi nya apa? Apakah dia seorang yang merasa belum merdeka? Sehingga membuat unggahan tersebut sebagai bentuk keluhnya juga?
Ataukah dia adalah orang yang sudah merasa merdeka, sehingga unggahan ini bermaksud untuk menyindir yang lain?
Akan ada banyak asumsi yang bisa dibangun dengan membaca unggahan tersebut. Banyak sudut pandang dan banyak pandangan, tergantung mau dibicarakan dari sudut yang mana. Bisa saja kedua asumsi di atas juga benar.
Mari kita bicara soal kemerdekaan! Merdeka, sebuah kata yang sebenarnya syarat akan makna. Bukan hanya arti saja, tapi bagaimana kata tersebut benar-benar ada di dalam kita sebagai individu ataupun makhluk sosial.
Apakah kita sudah merdeka? kalau ada yang bertanya pada saya, maka jelas jawabannya adalah “tentu saja merdeka”. Tidak ada alasan untuk menjawab tidak.
Kenapa? Karena sudut pandang yang saya pakai adalah merdeka atas diri saya sendiri, tidak melihat variabel luar lainnya, atau bahkan pendapat orang lain terhadap saya. Berbeda jika kita bahas secara konteks yang lebih luas, seperti Negara, akan beda jawabnya. Tapi saya enggan berfikir soal itu.
Jikalau kondisi sekarang sedang tidak baik pun, saya beranggapan itu adalah kemerdekaan. Tak ada yang bisa menggangu saya untuk merasa tidak baik, itulah merdekanya.
Mengenai merdeka, saya rasa tidak bisa disamaratakan antara satu individu dan lainnya. Masing-masing dari kita punya definisi merdeka atas kita sendiri.
Lagian merdeka kita sekarang ini banyak jenisnya. Misalnya, kamu bebas berekspresi di dunia maya, itu merupakan kemerdekaan mu sendiri. Bebas leluasa bikin cuitan, leluasa bikin opini atau tulisan, bebas unggah foto ala-ala selebgram, unggah foto piknik tipis tipis keluarga. Bebas kan? Merdeka tho ? Tidak ada kekhawatiran kan?
Kita semua buruh. Sekalipun kamu pengusaha, freelancer, publisher, kamupun buruh bagi dirimu sendiri, hanya bedanya kamu atur sendiri sementara para pekerja diatur sama birokrasi. Soal kemerdekaan, sebaiknya tidak perlu dibandingkan, toh masing-masing dari kita punya tempat dan cara bagaimana menikmati keadaannya.
Tapi ini hanya pendapat saya lho ya, pendapat mu mungkin beda. Atau pendapat seorang yang membuat unggahan di atas pun pasti berbeda. Namun yang jelas saya tidak pernah berminat untuk ikut komentar pada unggahan macam tersebut. Saya lebih memilih membuat opini melalui tulisan di sini saja. Saya lebih memilih percaya; kita semua punya “merdeka” sendiri-sendiri, bisa saja sama, namun jelas banyak yang berbeda, tapi itu adalah merdeka.
Bahkan ketika memutuskan menjadi berbeda dari orang lain-pun adalah kemerdekaanmu. Ataupun kamu punya pendapat sendiri, itupun hak kamu. Namun yang selalu saya ingat adalah sebuah sudut pandang tidak harus menyudutkan orang lain, tidak harus memaksakan pendapatmu pada orang lain.
Tahun ini memang tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Tidak banyak hingar bingar keramaian tujuh belasan. Tidak ada tirakatan yang biasanya diselenggarakan malam sebelumnya. Sangat berbeda, namun bukan berarti kita luntur untuk merdeka, yekan?
Negara kita sedang tidak baik-baik saja, tapi yang terpenting kita baik-baik saja dalam kondisi yang ada. Seperti kata cuitan seseorang; jika hanya untuk mencari ketidaksempurnaan, maka akan banyak cela dimana-mana. Jadi sebaiknya kita pandang yang baik saja dari cela yang ada.
Kita selalu punya cara untuk memerdekakan kita. Merdeka berkarya, merdeka mengambil tindakan atas diri sendiri adalah kemerdekaan terbesar bagi kita sebagai individu.
Jadi, untuk apa kita mencari kemerdekaan yang sebagaimana orang lain pikirkan ? Kita sudah punya merdeka kita sendiri.
dan mungkin lebih baik menapuk lambe sendiri terlebih dahulu sebelum menapuk lambe orang lain. Itu saya!
Eh eh tapi yang bikin unggahan di atas juga termasuk kemerdekaan dia ding ya, dia kan bebas mau bikin apapun di sosmednya. hehe
Yahh apapun itu, selamat hari lahir Negaraku, walau begini keadaannya, aku tak punya alasan untuk tidak jadi bagian dari dirimu.
Merdeka! dan terus menulis!
Also published on Medium.
Leave a Reply