Serabut Ide

Kamu bisa saja punya ide, bisa punya rencana, ataupun bisa punya keinginan. Tapi perihal menjalankan ide itu adalah hal berbeda.

Yak! Bukan perkara mudah untuk menjalankan ide dan menyusunnya dalam kerangka yang dikerjakan. Bisa punya ide ini itu, pengen begini begitu. Tapi perkara menjalankan ide itu sebenarnya adalah hal lain. Ada yang bilang; harus ada yang “dikorbankan” ketika memilih menjalankan atau berkomitmen pada suatu ide. Tapi alih-alih mengorbankan, bagaimana kalau diksi tersebut kita ganti aja dengan kata yang lain? misalnya kita pakai kata “disesuaikan” saja ya?

Jadi, ketika mau menjalankan sebuah ide atau keinginan, maka ada kondisi yang harus disesuaikan untuk mewujudkannya, tentu saja disesuaikan untuk mendukung rencana tersebut. Nah terdengar lebih baik kan?

Seperti halnya ide menulis ini, sebenarnya keinginan mengisi blog ini sudah muncul berkali-kali, namun sayangnya itu tidak diringi dengan implementasi menjalankannya haha. Padahal banyak topik yang bisa ditulis, mulai dari tentang kegelisahan pekerjaan, tentang kebijakan yang tiba-tiba lucuk, kejadian di wakanda yang miris dan membagongkan. Nulis pengalaman melihara ikan Nila di tandon, yang tadinya ada empat-puluhan ekor tapi sekarang hanya tersisa delapan ekor. Cerita tentang aku yang sudah merasa pada level mahir dalam aquascape. Ikannya berkembang biak dengan baik, sepertinya sudah nyaman dengan lingkungan yang tercipta di sana. Cerita tentang tingkah para pengguna bot sticker WhatsApp yang terkadang mengejutkan. Pengen juga nulis tentang kegiatan berkebun sayuran. Bercocok tanam via hidroponik maupun tanah dalam pot sebagai pengganti bonsai kelapa yang bertumbangan. hmmm banyak deh yang pengen ditulis, tapi tapi tapi…

Sekali lagi “Memiliki ide dan menjalankan ide adalah dua hal yang berbeda“. Tapi ya begitulah, semua itu memang harus diawali dari sebuah ide atau keinginan. Apa yang kita lihat di dunia ini semua berawal dari ide yang sudah dijalankan. Apapun itu, termasuk penciptaanmu. Yang Maha Kuasa sudah pasti punya tujuan kenapa kamu diciptakan dan kemana nanti kamu seharusnya menuju. *Duh tiba-tiba kok religius gini haha*

Ada beberapa orang yang memilih untuk ngikut arus aja, diam-diam saja mengerjakan yang hanya diperintah. Kalau nggak ada perintah ya lebih baik diam. Ada! Tapi memang tujuan orang berbeda-beda sih. Nah itu tadi, mungkin yang diam-diam itu memang punya keinginan untuk diam dan tidak ingin mempunyai ide untuk mencapai hal-hal lain. Lho..lho kok jadi ngomongin orang deh..

Nggak usah jauh-jauh soal ide, nggak usah ngide yang jauh-jauh. Nggak usah ndakik-ndakik juga membicarakan ide, lha wong belum tentu bisa ngelakoni nya juga kan? *upps keplak kepala sendiri*

Sesederhana ini misalnya; aku pengen suatu hari punya usaha jualan apa gitu. Nah kata “apa gitu” itu tu sulit banget diperjelas! padahal kalau dipikir-pikir udah punya ide lho ini, yakni “Pengen jualan”. Tapi ada bagian penting yang belum ditemukan di sana; “apa gitu”-nya itu lho. Untuk menemukannya bagaimana? itu dia yang harus sama-sama dicari, mungkin dengan cara coba-dan-salah (baca: try-and-eror). Tapi kapan kita akan melakukannya? itulah kenapa ada sesuatu yang harus “disesuaikan” untuk mencoba mewujudkan ide; bisa soal waktu, bisa soal tenaga dan tentunya soal pikiran.

Eh ternyata ide punya usaha bukanlah ide sederhana juga, itu lebih rumit kalau benar-benar mau dijalani haha. Lalu apa yang lebih sederhana? mungkin ide yang berawal dari apa yang kita bisa jalani. Yang sepele-sepele saja, tapi kemungkinan berdampak besar kalau bisa dijalani. Seperti mengatur waktu lebih baik; kapan waktunya bekerja, kapan saatnya istirahat, belajar, saatnya bermain, bahkan saat olahraga. Kata terakhir itu sekarang ini jarang kita (aku) lakukan ya. Terlebih kebiasaan berkantor gini, waktunya seperti habis gitu aja.

Sebenarnya semenjak awal oktober aku punya ide untuk berolahraga rutin, sudah berjalan dua-tiga minggu ini sih, aku pakai assistant-app bernama “Home workout” untuk membantu menunjang ideku. Tapi beberapa waktu ini tersendat karena ada bagian tubuhku (kaki kiri, paha ke-atas, bagian selangkangan, sampai tulang pantat sebelah kiri) yang meradang. Aku memutuskan mengurangi intensitas workout dan menggantinya dengan peregangan ringan saja, biar nggak tegang aja~

Membicarakan soal ide dan bagaimana mewujudkannya, sepertinya juga perlu membicarakan tentang kegagalan. Kadang inilah yang membuat aku ( kita ) khawatir kalau berekspektasi terhadap ide. Terlalu tinggi ekspektasi, juga pada akhirnya akan mengganggu berprosesnya ide itu sendiri. Tapi bukankah yang penting coba jalani dulu ya? bukankah seharusnya; kegagalan bisa menjadi semangat untuk berhasil ya? ahh teorinya sih begitu, tapi pada faktanya kita pengennya berada di zona nyaman aja, ya kan? (hassekk).

Bicara soal kegagalan, aku punya cerita tentang aplikasi “Canva” yang mungkin saat ini terpasang di ponsel pintarmu. Ada fakta menarik dari aplikasi tersebut. Yakni; kesuksesan Canva saat ini bermula dari banyaknya kegagalan untuk mendapatkan investor. Dalam sebuah wawancara; sang pendiri bercerita mendapatkan 100 kali lebih penolakan dalam satu tahun dari berbagai investor. Tidak mudah meyakinkan para investor dengan bentuk startup atau bisnis yang ditawarkan olehnya.

Namun coba lihatlah! Kini aplikasi tersebut tumbuh besar di berbagai negara. Aplikasi ini menjadi salah satu aplikasi paling sederhana dan powerfull untuk keperluan desain. Penggunanya pun ngga main-main jumlahnya. Menurut statistik; pengguna aktif Canva setiap bulannya sebanyak 75 juta di tahun 2021, tebagi dari 190 negara. Tahun 2022 ? lebih gila pastinya. Jumlah pengguna Canva di Indonesia sendiri mengalami kenaikan pesat pada masa pandemic, konon hingga enam ratus persen kenaikan. (fantastic)

Fakta menarik lainnya adalah aplikasi ini didirikan (founder) oleh seorang perempuan bernama Melanie Perkins. Ia adalah wanita berkebangsaan Australia yang juga merupakan negara asal muasal aplikasi ini dibuat.

Melanie memulai membuat Canva dengan alasan ia merasa jika setiap aplikasi desain yang dia coba masih kurang sederhana, banyak proses di dalamnya yang butuh penjelasan/penguasaan untuk mendapatkan sebuah desain. Termasuk belum mudahnya untuk kolaborasi. Karena alasan tersebut, Melanie mencoba membuat tools desain yang sederhana, simple dan powerful dalam menciptakan hasil. Keren ya! keren sih menurutku!

Dibeberapa video yang aku tonton; Melanie menceritakan tentang pengalamannya bagaimana ia memulai membangun aplikasi ini, kemudian ditolak oleh banyak investor dan bagaimana ia tetap teguh memperjuangkan ide yang dia miliki hingga berhasil menjadi salah satu yang terbaik. Dari data yang aku rangkum di berbagai media halah halah… Konon Canva kini menjadi salah satu aplikasi yang siap menjadi pesaing Microsoft dan Adobe. ajiiibb!!

Kalau bermimpi punya aplikasi sebesar itu mungkin dirasa berlebihan ya. Wong kita tu apa ya? bisa dapat rutinitas bekerja saja sudah Alhamdulillah banget. Mungkin yang bisa dipejarai dari mbak Canva itu adalah bagaimana dia memulai hal sederhana dan terus melakukan itu walaupun beberapa kali mendapat rintangan dalam prosesnya. ( hadeh sok bijak sekaleee).

Soal kegagalan, aku cukup sering mengalami ketidakberhasilan saat membuat aplikasi atau website. Pernah beberapa kali produksi aplikasi / website dengan tujuan mendapatkan banyak visitor/pengguna. Tapi hingga kini penggunanya tak kunjung meledak, pernah menanjak, namun pernah juga tiba-tiba nggak dapat visitors. Kalau dihitung secara materi, apa yang aku produksi itu belum ada untungnya. Tapi ada hal lain yang aku dapatkan dari sana; yakni belajar tentang menjalankan produksi sebuah ide dan pelajaran tentang kegagalan.

Kembali ke paragraf pertama saat aku memulai tulisan ini. Kutipan tersebut aku ambil setelah menonton salah satu vlog Pandji Pragiwaksono. Komika ternama di Indonesia, yang sekarang memutuskan untuk pindah ke negara paman sam untuk mengejar mimpinya yang lain. Goodluck for that, Pandji! Dalam program vlog nya .ID ( baca: dot ai di ), Pandji sering bercerita tentang kesehariannya, yang mana di dalamnya cukup banyak poin penting yang bisa dipelajari oleh para penontonnya. (non membership). Salah satu poin yang aku pelajari dari episode “Tiba-Tiba Jakarta” adalah tentang apa yang tertuang dalam tulisan ini. Tentang punya ide dan tentang kemampuan mewujudkan ide adalah dua hal yang berbeda.

Ini sangat menggelitik bagiku. Kita mungkin saja bisa punya gagasan, ide atau keinginan. Tapi dalam hal berusaha mewujudkannya itu adalah lain cerita. Aku punya ide untuk membuat ini itu, tapi untuk mewujudkannya aku belum tentu mau menjalani prosesnya. “Ahh ngopo ngono-ngono” gitu. Pada akhirnya seperti apa yang bang Pandji ucapkan; Punya ide saja itu baru satu aspek penting, tapi kalau ide itu ngga bisa dieksekusi, maka itu ngga akan jadi apa-apa.

Tapi tapi tapi…. ya begitulah….. kita lebih nyaman mengalir sajaaaa…sambil tengok kanan kiri melihat pemandangan.

Sebelum aku mengakhiri tulisan yang mengide-ide ini, ada sebuah kalimat dari Adjie Santosoputro ( seorang praktisi mindfulness ), yang berbicara sesuatu tentang kita semua:

Siapapun yang mengajari kita soal hidup ini, sebanyak apapun pelajaran hidup yang kita dapatkan. Enggak akan bisa membuat kita benar-benar memahaminya, sampai kita sendiri mengalaminya. Kata-kata penjelasan mengenai hidup ini, enggak akan bisa mewakili sepenuhnya kenyataan.

Sekian dan sama-sama!

Referensi tulisan, nonton ini itu, membaca ini itu.

https://youtube.com/watch?v=Wh_bwK9YjG4%3Fclip%3DUgkx_Wk2ZWzxLrDJPu31_9_UwimJ4YatOmP5%26clipt%3DEIDUHRitrSA

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *