Iya, kita semua tidak sedang baik-baik saja. Siapa yang menduga kita berada pada situasi seperti ini. Segala kegiatan dibatasi, kedekatan dipaksa untuk renggang, jabat tangan ditiadakan, keramaian pun dibubarkan.
Siapa yang mengira kita pada masa dimana kita sendiri tak tau kapan ini akan berakhir. Kita terkungkung takut, terbayang khawatir dan terhimpit keadaan.
Siapa yang tak cemas? tidak semua. Ada yang pandai menyembunyikan, ada yang pandai menguasai, bahkan mungkin ada yang pandai menasehati. Namun tahukah kamu? Ada yang susah setengah mati bergelut dengan cemas. Mengganggu pikiran hampir setiap saat, ketika baru membuka atau hendak menutup mata.
Beberapa waktu belakangan ini saya bermasalah dengan kecemasan. Kecemasan muncul ketika sakit asam lambung berkepanjangan, hingga LPRD yang berujung pada Anxiety. Katanya psikiater saya mengalami Mental Exhausted karena terlalu khawatir dengan penyakit.
Semenjak itu saya belum pernah merasakan keadaan normal seperti dahulu kala. Segalanya tampak mengkhawatirkan, membuat ragu bertindak hingga akhirnya menyerang kesehatan. Saya sering jatuh sakit, atau merasa sakit, walaupun secara fisik tampak sehat.
Terdengar sangat lemah memang, saya sendiri terkadang malu untuk membicarakan ini, bahkan mungkin ini adalah tulisan pengakuan pertama di sini.
Menderita Anxiety terdengar seperti orang yang selalu minta diperhatikan. Sering kali saya menyerah pada banyak kondisi; memutuskan untuk tidak berangkat kerja; memutuskan untuk menggagalkan rencana; banyak hal gagal, batal dan lepas hanya karena mengalami kecemasan.
Sering kali berfikir untuk menghentikan bekerja dan ingin di rumah. Jika bukan karena Istri yang bilang “boleh berhenti ngantor, asal sudah sehat”, saya sudah sejak awal berkarya dari rumah saja.
Siapapun tahu kecemasan akan menurunkan imunitas. Tapi perlu tahu; kecemasan bukan hal mudah bagi yang memiliki kondisi buruk pada penguasaannya. Saya mengalami banyak hal buruk dan baik pada masa ini. Berdamai dengan kondisi adalah perjuangan yang melelahkan dan tak mudah.
Bagaimana menghadapi Pandemi? Tentu tidak mudah, rasa khawatir datang luar biasa. Sebelum terjadi pandemi saja saya sudah mengalami Anxiety. Terlebih sekarang, bisa dirasakan kecemasannya? Tidak semua tahu rasanya.
Tapi pasangan hidupku bilang “cemas itu baik, cemas itu membuat kita menjadi lebih waspada pada kondisi saat ini”. So, demi apapun saya terus berusaha berdamai dan berjuang memperbaiki kondisi diri.
Kadang ada benarnya : “Berdamai dengan seribu musuh itu adalah hal mudah dibandingkan berdamai dengan diri sendiri.”
Kita semua sedang berusaha. Membunuh segala rasa takut dan khawatir. Bertahan dalam keadaan yang tak pasti dan berdoa untuk sebuah kepastian.
Kita percaya “Tuhan punya rencana”.
***
Banyak yang sudah menderita, tidak sedikit yang hilang pekerjaan, tidak sedikit pula yang mulai bingung dengan penghidupan. Tapi kita bisa apa, kita hanya bisa bersabar dan berharap, seraya selalu bersyukur.
Jika semua ini belum ada kepastian kapan akan berakhir, maka bisa jadi inilah kondisi normal yang sekarang. Dan kita? Mungkin hanya perlu berusaha berdamai dengan kondisi baru ini. (baca:pasrah)
Hingga pada akhirnya, Untukku dan untuk siapapun; mari kita berdamai dengan banyak hal baru, berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan kebiasaan baru, berdamai dengan hidup baru, atau mungkin pekerjaan baru.
Saya (kita) tak pernah tahu apa yang akan terjadi esok, yang saya tahu hari ini yang sedang dijalani, berusaha mengakhiri hari ini dengan baik, itu sudah lebih dari cukup.
Sampai jumpa di hari yang lebih baik, dari Saya yang terus berjuang menghadapi Anxiety…
Leave a Reply