Lampu traffic light menyala merah ketika saya dalam perjalanan pulang dari tempat bekerja. Saya berhenti disebuah pertigaan kecil yang terletak tak jauh dari warung penjual siomay “kang cepot”.
Tepat di depan saya berdiri seorang bapak tua yang juga bersepeda tua dengan gerobak di belakangnya. Hmm mungkin lebih tepatnya bukan gerobak kali ya, tapi semacam tempat yang biasa sebagai tempat di sebelah kiri dan kanannya.
Bapak tersebut sepertinya juga dalam perjalanan pulang menuju rumah setelah menjajakan gas 3 kilo yang menurut saya; tabungnya lebih iconic untuk robot hijau Android.
Di sebelah kanan bapak bersepeda itu ada sebuah mobil mewah berwarna putih, mobil itu terlihat masih sangat kinclong, mungkin baru keluar dari dealer atau memang setiap hari dicuci oleh pemiliknya, namun yang jelas besaran ukuran ring mobil tersebut sudah sangat menggambarkan betapa sugihnya sang pemilik mobil.
Tak berapa lama terdengar suara wanita dari dalam mobil. Sambil menurunkan sedikit kaca depan, suara wanita yang menurut dugaan saya belum terlalu tua ini terdengar “pak…pak…pak…” memanggil bapak bersepeda. Bapak bersepeda pun menoleh ke kanan setelah beberapa kali panggilan, dari sela-sela kaca terlihat jari jemari wanita yang semakin meyakinkanku bahwa sepertinya wanita ini memang masih cukup muda. Mungkin istri dari pengemudi atau bisa jadi memang beliaulah sang pemilik mobil mewah ini.
Di antara jari wanita tersebut terselip selembar kertas warna merah yang tak lain dan tak bukan adalah uang seratus ribu rupiah. Ohhh…betapa mudahnya mengenali kertas bernominal tersebut ya, warna merah sudah jelas satus ewu. Wanita dari dalam mobil memberikan uang tersebut kepada bapak bersepeda tadi yang sebenarnya mungkin agak ragu untuk menerimanya.
Bapak bersepeda terdengar mengucapkan kata yang selalu diucapkan ketika menerima pemberian “Terima Kasih”. Bapak tersebut tampak tersenyum, senyuman bapak itu tampak semakin sumringah, mungkin gayung bersambut oleh senyuman wanita dari balik kaca mobil itu.
Tiba-tiba lampu traffic light berubah menjadi hijau, saatnya perpisahan tiba antara bapak bersepeda dan wanita bermobil itu. Begitupun saya yang harus kembali menarik gas motor supra tua ini untuk melanjutkan perjalanan.
Bapak bersepeda itu terlihat masih menyimpan senyum yang mengembang, hal itu tampak jelas dari amatan saya melalui kaca spion sesaat setelah melewatinya. Bapak itu tak bisa menutup rasa bahagia, jelas dia tidak menyangka akan mendapatkan rejeki ini, dan saya yakin ini adalah rejeki yang luar biasa untuknya.
Dalam perjalanan pulang saya pun berfikir dan semakin meyakini; Bahwasanya rejeki itu sudah diatur, dia bisa datang dari mana saja, bahkan dari sesuatu yang tak terduga sekalipun. Besar kecil nya rejeki itu sudah ada takarannya. Seratus ribu mungkin tidak ada apa-apanya untuk wanita dalam mobil, namun tidak untuk bapak bersepeda, selembar uang warna merah itu bisa jadi sangat istimewa untuknya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash)
Sumber : https://rumaysho.com/10276-tak-perlu-khawatir-dengan-rezeki.html
Kalaupun sekarang masih tidak cukup puas dengan keadaan, masih dalam kesempitan rejeki ataupun belum berhasil meraih cita-cita, maka tetaplah bersyukur dan terus berikhtiar. Karena kita tak perlu khawatir akan rejeki yang sudah ditetapkan Allah SWT.
“Tetap sehat, tetap bersyukur dan terus ikhtiar”
Terima kasih kepada bapak bersepeda dan wanita bermobil mewah itu. Saya sudah cukup belajar sore ini.
Also published on Medium.
nice story bro